Nikah Sirih Tidak Diadakan Lagi

Nikah siri atau nikah di bawah tangan dan tak tercatat di Kantuo Urusan Agama (KAU) belakangan ini dianggap sah menurut agama. Padahal hal demikian dapat menimbulkan fitnah.

Orang melakukan pernikahan demikian karena pernikahannya tak ingin diketahui orang banyak. Padahal syarat pernikahan itu ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi antara lain diketahui orang banyak. Jika seseorang berani untuk nikah mengapa takut untuk diketahui banyak orang. Itu namanya pengecut. Karena itu ia menyarankan agar pemerintah segera mengambil peran agar nikah siri atau perkawinan dibawah tangan segera dihentikan.

Terkait dengan Rancangan Undang-Undang Hukum Materil Peradilan Agama (RUU HMPA) yang memasukkan agar semua bentuk perkawinan didaftar ke KUA. Bukan soal didaftar atau tidak, karena Al Quran tak memerintahkan demikian. Jika seseorang hendak berpoligami, maka hendaknya yang bersangkutan punya itikad baik, yaitu bersikap adil kepada isteri-isterinya.

Namun ia juga menolak bagi seorang pria jika ingin beristeri perlu izin dari peradilan agama. Ini tak perlu. Cukup dari isteri dengan ketentuan yang bersangkutan sanggup bersikap adil dalam pengertian lahiriah.Untuk itu jika seorang tak berani adil kepada isterinya maka sebaiknya tak usah nikah lebih dari satu kali .

Orang asing
Namun ia menyetujui RUU HMPA yang mensyaratkan bagi orang asing jika hendak nikah perempuan Indonesia harus memberikan jaminan berupa bank garansi.

Dengan cara itu, lanjut dia, wanita Indonseia tak diperlakukan seenaknya. Pengamatan ANTARA di masyarakat, kawin siri adalah perkawinan yang tidak disaksikan oleh orang banyak dan tidak dilakukan di depan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau dicatat di KUA.

Walaupun Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan sudah diberlakukan, praktik perkawinan (siri) yang melanggar undang-undang ini terus saja berlangsung.Bahkan ada kecenderungan dalam masyarakat Islam, kawin siri dipandang sebagai perkawinan yang sah menurut agama.

Dalam perkembangannya, kawin siri juga dipandang sebagai perkawinan yang sah menurut agama. Bahkan, modin atau kyai sebagai pelaksananya yang mengukuhkan perkawinan siri. Jadi, dalam pandangan Islam, perkawinan siri dilaksanakan sekedar untuk memenuhi ketentuan mutlak sebagai sahnya akad nikah yang ditandai dengan adanya: Calon pengantin laki-laki dan perempuan, Wali pengantin perempuan, dua orang saksi, Ijab dan Qobul.Keempat hal tersebut merupakan syarat sebagai rukun atau syarat wajib nikah.

Departemen Agama (Depag) kini mempersiapkan pengajuan Rancangan Undang-Undang Materil Peradilan Agama (HMPA) guna melengkapi Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, sehingga hakim dalam memutus perkara yang berkaitan dengan perkawinan punya pegangan kuat.Selama ini hakim berpegang pada kompilasi hukum agama dalam memutuskan perkara yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan hal lainnya yang berkaitan dengan masalah keluarga.

RUU HMPA itu sudah mengendap di Sekretariat Negara (Sekneg) dua tahun lamanya. Diperkirakan RUU HMPA akan dapat diberlakukan tahun depan, setelah dibahas di DPR . Diperkirakan RUU yang mengusung keberpihakan kepada kaum hawa itu akan mendapat tantangan dari berbagai pihak.

Sumber : Republika

0 komentar:

Posting Komentar